Berita Terkini

Workshop Pengendalian Gratifikasi KPU Sumut

Workshop Pengendalian Gratifikasi KPU Sumut

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatera Utara menggelar Workshop Pengendalian Gratifikasi Dalam Upaya Meningkatkan Kesadaran Pelaporan Secara Transparan dan Akuntabel di Lingkungan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota Se-Sumatera Utara secara daring pada Rabu (17/11/2021). Acara tersebut tidak hanya diikuti KPU Kabupaten/Kota Se-Sumatera Utara, namun juga diikuti KPU Provinsi Kalimantan Barat dan KPU Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau.

Benget Manahan Silitonga, Anggota KPU Provinsi Sumatera Utara dalam sambutannya sekaligus membuka acara mengatakan sangat mengapresiasi kegiatan tersebut. “Kegiatan seperti ini memang perlu dan sangat penting karena penyelenggara pemilu sangat rentan terhadap godaan gratifikasi,” katanya. Menurut Benget, butuh pemahaman lebih dalam terkait gratifikasi bagi penyelenggara pemilu.  “Apa saja bisa terjadi jika tidak berhati-hati dalam bertindak,” tegasnya.

Pada kesempatan itu, turut memberikan pengarahan Sekretaris KPU Provinsi Sumatera Utara Irwan Zuhdi Siregar. Ia mengatakan pentingnya pengetahuan penyelenggara pemilu terkait gratifikasi agar setiap penyelenggaraan pemilu dan pemilihan berjalan sesuai harapan. “Setiap penyelenggara pemilu dalam menjalankan tugas harus sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur.red) agar terhindar dari gratifikasi,” kata Irwan.  Adiwijaya Bakti, Inspektur Wilayah II pada Inspektorat Utama KPU RI, sebagai narasumber dalam pemaparannya mengatakan banyak orang tidak paham terhadap gratifikasi, sebab banyak menganggap gratifikasi sama dengan suap dan pemerasan. Padahal, suap dan pemerasan dilakukan karena adanya unsur kesepakatan antara pemberi dan penerima, sedangkan gratifikasi tidak ada kesepakatan.

Menurutnya, dalam masyarakat di Sumatera Utara banyak bentuk pemberian barang yang sudah dianggap sebagai kewajiban adat dan etika daerah setempat. Terutama pemberian yang dilakukan saat acara pesta pernikahan. Padahal ada pemberian yang dilarang dalam undang-undang, yaitu pemberian karena jabatan,” terang Adiwijaya. Ia menambahkan, sesuai  Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2015, gratifikasi bukan hanya soal uang, tapi juga dapat berupa barang lain, seperti setara uang, barang-barang otomotif dan elektronik, diskon harga/rabat, komisi, pinjaman cuma-cuma, pengobatan cuma-cuma atau gratis, perjalanan wisata, fasilitas penginapan, tiket perjalanan, dan fasilitas lain-lain yang diterima di dalam ataupun di luar negeri yang penerimaannya dengan atau tanpa menggunakan media elektronik.

Ira Wirtati, Anggota KPU Provinsi Sumatera Utara Divisi Hukum dan Pengawasan yang juga bertindak sebagai narasumber dalam whorkshop tersebut mengatakan berdasarkan hasil survei yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga tahun 2020, terdapat 32% kasus yang menjerat aktor politik. Ira menambahkan, potensi politik uang (money politic) kepada penyelenggara pemilu dapat berupa pemberian gratifikasi atau suap dari peserta pemilu kepada petugas lapangan (KPU dan Bawaslu) mulai dari proses verifikasi administrasi hingga proses penghitungan suara. Menurutnya, setiap penyelenggara pemilu harus mampu menjaga harkat dan martabatnya agar tidak terjerat kasus gratifikasi. “Jika tidak ada gratifikasi yang dilakukan kandidat calon, partai politik, KPU, Bawaslu, dan masyarakat maka akan terwujud Pemilu dan Pemilihan yang berintegritas,” kata Ira sekaligus menutup acara. (HSH)

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 133 kali